SUARAPOST.ID – Polemik dugaan pungutan liar (pungli) di portal akses menuju kawasan pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Desa Puncak Jaya, Kecamatan Taluditi, Kabupaten Pohuwato, terus bergulir dan menjadi perhatian publik.
Isu ini mencuat setelah seorang warga menyoroti adanya pungutan sebesar Rp5 juta bagi setiap alat berat yang hendak melintas di portal menuju lokasi tambang tersebut. Kabar itu akhirnya dikonfirmasi langsung oleh Kapolsek Taluditi, IPDA Ismail Dai.
Dihubungi melalui sambungan telepon WhatsApp pada Kamis (6/11/2025), Ismail membenarkan bahwa portal tersebut dibentuk atas inisiatif masyarakat. Namun, sebelum portal itu berdiri, sempat terjadi gesekan antara warga yang pro dan kontra terhadap aktivitas tambang di wilayah itu.
“Sempat ada permasalahan masyarakat yang tidak ingin alat berat untuk naik (melewati portal), karena waktu itu masih zamannya Pak Isa Ali (Camat Sebelumnya). Masyarakat sudah tidak lagi bisa mencari nafkah, dan jalan yang dilewati rusak gara-gara alat berat,” ungkap Ismail.
Ia menambahkan, situasi kala itu sempat memanas setelah salah satu alat berat dimintai pungutan hingga Rp20 juta. Kejadian tersebut kemudian mendorong digelarnya pertemuan antara masyarakat dan pelaku tambang untuk mencari solusi bersama.
“Karena sudah ribut, ada tindakan dari ayahanda untuk bikin pertemuan, melibatkan pelaku usaha tambang dengan masyarakat Desa Puncak Jaya, yang dalam hal ini ojek orang (kijang atau ojek panggul),” terangnya.
Kapolsek mengaku hadir dalam pertemuan tersebut setelah mendapat informasi adanya potensi konflik di lapangan.
“Saya diberitahukan dan saat itu kami dari Polsek datang karena sudah ada konflik. Yang hadir waktu itu ada camat Pak Ali, dan tiga ayahanda yakni ayahanda Puncak Jaya, Tirto Asri, dan Kalimas, serta masyarakat. Kapasitas saya hadir hanya untuk mengamankan, bukan untuk ikut mengambil keputusan atau kesepakatan. Saat dimintai pendapat, saya tidak mau karena hal ini adalah ilegal,” tegasnya.
Dari hasil pertemuan itu, lanjut Ismail, dibuatlah surat kesepakatan yang sempat dimintakan tanda tangannya. Namun ia menolak menandatangani surat tersebut karena menilai aktivitas yang dibahas termasuk dalam kategori kegiatan ilegal (PETI).
“Terjadilah kesepakatan bahwa alat berat dimintai Rp5 juta, dengan alasan dana itu akan digunakan untuk perbaikan sarana dan prasarana di tiga desa. Setelah berjalan sekitar tiga bulan, ternyata kesepakatan itu tidak terealisasi. Uang yang tadinya dikumpulkan untuk perbaikan jalan akhirnya tidak jelas,” bebernya.
Ismail juga menegaskan bahwa hingga kini portal tersebut masih berdiri. Pihaknya telah melaporkan seluruh aktivitas yang berkaitan dengan tambang dan portal ke Polres Pohuwato untuk ditindaklanjuti.
“Saat ini portal tetap berdiri. Untuk masalah pertambangan dan portal itu sendiri sudah saya laporkan ke atasan dalam hal ini Polres. Kami juga sudah mengimbau para penambang agar tidak melakukan aktivitas ilegal. Untuk tindak lanjutnya, kami masih menunggu,” tandas Kapolsek Taluditi itu.




















