banner 728x250

Saat Liputan, Jurnalis di Boalemo Diduga Jadi Korban Penarikan Paksa Debt Collector

banner 120x600
banner 468x60

SUARAPOST.ID – Aksi main hakim sendiri oleh oknum debt collector (penagih utang) kembali terjadi. Kali ini, peristiwa tersebut menimpa seorang jurnalis bernama Yusuf di Kabupaten Boalemo, Gorontalo. Sepeda motor miliknya diduga ditarik secara paksa oleh sekelompok oknum debt collector, Sabtu (29/11/2025), saat yang bersangkutan tengah menjalankan tugas peliputan.

Insiden ini menjadi sorotan lantaran diduga dilakukan tanpa prosedur resmi, disertai intimidasi, serta terjadi di ruang publik. Peristiwa bermula ketika Yusuf, hendak menuju Kecamatan Wonosari, Boalemo. Saat itu ia berboncengan dengan seorang rekannya yang memiliki tujuan ke Kecamatan Paguyaman, wilayah yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Wonosari.

Ketika melintas di Desa Lahumbo, Kecamatan Tilamuta, Boalemo, laju sepeda motor Yusuf dicegat seorang pria tak dikenal. Tanpa menaruh curiga, Yusuf menepikan kendaraannya sebagaimana diminta. Pria tersebut kemudian mengaku sebagai oknum debt collector dari FIF Tilamuta.

“Setelah saya berhenti, kunci motor langsung diambil. Dia bilang motor saya bermasalah di kantor,” ujar Yusuf.

Tak lama berselang, dua orang lainnya datang dan turut bergabung. Yusuf sempat meminta penjelasan terkait permasalahan yang dimaksud. Ia menegaskan tidak memiliki hubungan pembiayaan dengan FIF. Sepeda motor yang dikendarainya telah lunas dan dilengkapi Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB).

Yusuf mengakui bahwa BPKB tersebut pernah dipinjam oleh seorang temannya untuk keperluan tertentu. Namun, sepengetahuannya, dokumen itu tidak pernah diagunkan ke lembaga pembiayaan FIF.

“Saya sama sekali tidak tahu soal tunggakan tiga bulan yang mereka klaim. Apalagi disebut-sebut itu di FIF, sementara saya tidak pernah punya urusan pembiayaan di sana,” katanya.

Yusuf menuturkan, sejak awal pencegatan hingga sepeda motor dibawa pergi, ia tidak pernah diperlihatkan surat tugas, identitas resmi, maupun dokumen pembiayaan yang menjadi dasar penarikan. Sebaliknya, ia justru disodorkan sejumlah berkas dan dipaksa menandatangani surat pernyataan penyerahan kendaraan secara sukarela.

“Saya sudah berkali-kali menolak. Hampir dua jam saya bertahan tidak mau menandatangani karena merasa ditekan,” ungkap Yusuf.

Namun, kondisi yang semakin tidak kondusif serta kewajiban bertemu narasumber liputan membuat Yusuf akhirnya terpaksa menandatangani dokumen tersebut. “Situasinya sudah sangat tertekan, akhirnya saya tanda tangan,” ujarnya. Belakangan, Yusuf mengetahui salah satu oknum debt collector tersebut berinisial RP.

Yusuf menegaskan keberatannya atas tindakan tersebut. Menurutnya, penarikan kendaraan harus mengikuti prosedur hukum yang berlaku, yakni melalui putusan pengadilan atau kesepakatan resmi antara kreditur dan debitur. Selain itu, penagih wajib menunjukkan identitas, surat tugas, serta dokumen yang sah.

“Motor itu alat utama saya bekerja sebagai jurnalis lapangan. Kejadian ini jelas merugikan saya,” tegasnya.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak lembaga pembiayaan maupun pihak terkait lainnya belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan penarikan sepeda motor tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *